PN-KOBA.GO.ID, KOBA — Rabu, 30 Juni 2021 Bertempat di Ruang Sidang Garuda Pengadilan Negeri Koba…
KETUA MA RESMIKAN ACARA ASIA PASIFIC JUSTICE FORUM
Jakarta-Humas: Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia membuka secara resmi acara Asia Pacific Justice Forum (APAC Justice Forum) pada 8 Desember 2022 di Jakarta. APAC Forum merupakan seminar internasional yang dilaksanakan selama dua hari (tanggal 8 dan 9 Desember 2022) dengan fokus membangun kolaborasi guna mendorong supremasi hukum, khususnya independensi peradilan, ekosistem regulasi terkait informasi yang sehat dan kebebasan berekspresi, serta akses terhadap keadilan bagi kelompok minoritas. Turut hadir meresmikan acara yaitu Wakil Menteri Hukum dan HAM Indonesia Edward Omar Sharif Hiariej.
Ketua Mahkamah Agung, M. Syarifuddin, dalam pidato sambutannya memberikan perhatian terhadap permasalahan mengenai kebebasan berekspresi.
“Di tengah-tengah kekhawatiran masyarakat terhadap menyempitnya ruang atas kebebasan berekspresi, saya ingin menyerukan kepada para hakim agar semakin peka terhadap dimensi HAM dalam perkara-perkara yang masuk ke pengadilan. Jaminan perlindungan HAM dalam konstitusi kita, UUD 1945, UU Hak Asasi Manusia, serta berbagai konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, menuntut para hakim di semua tingkatan peradilan di Indonesia untuk selalu merujuk dan mempergunakan berbagai ketentuan ini, bersama-sama dengan ketentuan pidana yang berlaku. Hanya melalui putusan-putusan yang berkualitas, yang memiliki pertimbangan hukum yang komprehensif, maka fungsi pengadilan sebagai pelindung hak asasi manusia dalam konsep rule of law, dapat kita wujudkan,” kata Hakim Agung asal Baturaja tersebut.
Sementara itu, Edward Omar Sharif Hiariej, Wakil Menteri Hukum dan HAM, menekankan pada akses keadilan pada kelompok minoritas.
“Terminologi minoritas di Indonesia lebih bersifat teoritis daripada legal. Dalam pengertian ini, sistem hukum kita tidak menganggap kelompok tertentu lebih rendah dari yang lain, baik secara kualitas maupun kuantitas. Sistem hukum kita, bagaimanapun, mempromosikan kebijakan emansipatoris bagi kelompok rentan, misalnya anak-anak, perempuan, masyarakat adat, dan orang lanjut usia. Relevan dengan hal ini, salah satu kebijakan kita sejak lama bahwa pemerintah baik pusat maupun daerah menyediakan dana bantuan hukum di seluruh tanah air. Kelompok miskin dan rentan menjadi sasaran kebijakan ini. Tahun ini saja, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah mengeluarkan 36 miliar rupiah yang didedikasikan untuk hampir sepuluh ribu kasus. Memang masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah hukum kehidupan nyata yang dihadapi masyarakat luas, terutama yang rentan,” ujarnya.
Turut hadir dalam acara ini secara virtual, Margaret Satterthwaite, UN Special Rapporteur on the Independence of Judges and Lawyers. Menurut pengamatan Margaret, selama dua tahun terakhir pandemi COVID-19, sebagian besar negara mengalami tantangan serius yang berujung pada peningkatan otoritarianisme dan pelanggaran HAM, serta penurunan demokrasi.
“Salah satu penyebabnya adalah campur tangan berbagai pihak yang kuat untuk membungkam para penegak hukum dengan berbagai cara, mulai dari suap hingga pengesahan ketentuan yang mempengaruhi dan mengancam independensi hakim dan pengacara. Oleh karena itu, penting untuk menjaga integritas hakim demi independensi peradilan,” kata Margaret.
Pada kesempatan yang sama, Executive Director World Justice Project Elizabeth Andersen, mengatakan bahwa alasan penyelenggaraan APAC Justice Forum di Jakarta karena Indonesia memiliki peran penting di Asia Tenggara. Tahun ini, menurutnya, Indonesia telah membuat beberapa kemajuan dalam memperkuat supremasi hukum. Tetapi dengan stagnasi dan penurunan supremasi hukum di sebagian besar Asia Pasifik, sangat penting bagi para pemangku kepentingan di seluruh kawasan untuk bersama-sama mengatasi tantangan dan menemukan peluang untuk peningkatan.
Pelaksanaan APAC Justice Forum ini didukung oleh Pemerintah Australia melalui Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2), KEMITRAAN (Partnership for Governance Reform) dan Kementerian Hukum Singapura. Dukungan tambahan juga diberikan oleh Hong Kong Bar Association, Jupitice, dan LexisNexis Rule of Law Foundation serta anggota Kemitraan Sektor Swasta WJP Arnold & Porter, Hewlett Packard Enterprise (HPE), LexisNexis, Microsoft, Shell, dan Wilson Sonsini.
Forum tersebut dihadiri oleh peserta dari berbagai sektor, yakni perwakilan pemerintah, lembaga peradilan, sektor swasta, akademisi, organisasi masyarakat sipil serta jurnalis dari berbagai negara, di antaranya Australia, Hong Kong, India, Indonesia, Jepang, New Zealand, Malaysia, Filipina, Singapura, Korea Selatan, dan Thailand. (Humas)